Laman

Minggu, 09 April 2017

JENIS TERAPI DALAM TIGA MAZHAB BESAR PSIKOLOGI

      A.    PSIKOANALISA
            Psikoanalisis berasal dari uraian tokoh psikoanalisa yaitu Sigmund Freud yang mengatakan bahwa gejala neurotic pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatic dari pengalaman seksual pada masa lima tahun pertama dalam kehidupannya. Adapun konsep-konsep utama terapi psikoanalisis ialah struktur kepribadian (ID, EGO, SUPEREGO), kesadaran dan ketidaksadaran, serta kecemasan seseorang. Tujuan terapi psikoanalisisa adalah:
§  Mengungkapkan konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrem dan reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini.
§  Membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat pasien sadar akan hal yang selama ini tidak disadarinya.
§  Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.

Jenis-jenis dalam terapi psikoanalisa:
1.      Asosiasi bebas
Terapi asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik di masa lalu. Pasien diminta untuk berbaring di dipan khusus dan terapisnya duduk di belakang. Pasien dan terapis tidak berhadapan langsung, sehingga diharapkan pasien dapat mengungkapkan pikirannya tanpa merasa terganggu, tertahan, atau terhambat oleh terapis.

2.      Katarsis
Adalah suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi bebas, mimpi, resistensi dan transferensi. Dengan kata lain teknik ini digunakan untuk menganalisis teknik-teknik yang lainnya. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri.

3.      Analisis Mimpi
Adalah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada pasien atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud menganggap bahwa mimpi merupakan jalan keluar menuju kesadaran karena pada saat tidur, semua pemikiran yang ditekan di alam bawah sadar bisa muncul ke permukaan. Pada teknik ini difokuskan untuk mimpi-mimpi yang berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.

4.      Analisis Resistensi
Adalah dinamika yang tidak disadari untuk mempertahankan kecemasan. Terapis harus bisa menerobos kecemasan yang ada pada pasien sehingga pasien bisa menyadari alasan timbulnya resitensi tersebut. Setelah klien bisa menyadarinya, pasien bisa menanganinya dan bisa mengubah tingkah lakunya.

5.      Analisis Transferensi
Adalah teknik utama dalam terapi psikoanalis karena dalam teknik ini, masa lalu dihidupkan kembali. Pada teknik ini diharapkan pasien dapat memperoleh pemahaman atas sifatnya sekarang yang merupakan pengaruh dari masa lalunya.
   
     B.     BEHAVIORISTIK

            Gerald Corey (1997) menjelaskan bahwa terapi behavioral adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan pengubahan tingkah laku. Pendekatan, teknik, dan prosedur yang dilakukan berakar pada berbagai teori tentang belajar. Dasar teori terapi behavior adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi dari:
  1. Belajar waktu lalu hubungannya dengan keadaan yang serupa
  2. Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan
  3. Perbedaan-perbedaan biologis baik secara genetik atau karena gangguan fisiologik
            Tujuan dari terapi ini merupakan hasil diskusi dan diinginkan antara klien dan terapis, tujuan-tujuan yang diinginkan harus dirinci dan spesifik. Secara umum tujuan terapi ini adalah menciptakan proses baru bagi proses belajar, karena segenap tingkah laku adalah dipelajari, serta mengubah atau memodifikasi perilaku klien yang maladaptif. Secara terperinci tujuan terapi ini adalah sebagai berikut;
a)       Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
b)       Membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
c)       Klien belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.

Jenis-jenis dalam terapi behavioristik:
      1.      Desensitisasi sistematis, digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan pemunculan tingkah laku yang hendak dihapus.

     2.      Teknik implosif, berlandaskan kepada paradigma penghapusan eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus dalam kondisi berulang-ulang tanpa memberikan penguatan.

     3.      Latihan asertif, diterapkan pada individu yang mengalami kesulitan menerima kenyataan bahwa menegaskan diri adalah tindakan yang layak benar. Teknik ini membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak, dan bentuk lainnya.

    4.      Teknik aversi, digunakan untuk memodifikasi perilaku yang berlebihan dan perilaku agresif, meredakan gangguan behavioral yang spesifik dengan stimulus yang menyakitkan sampai stimulus yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus aversi ini biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang memualkan.

    5.      Pengkondisian operan tingkah laku adalah tingkah laku yang memancar yang mencari ciri organisme yang aktif, yang beroperasi dilingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.

     6.      Relaksasi merupakan suatu metode untuk membantu mengatasi stress yang muncul akibat masalah sehari-hari melalui peregangan otot (fisik) dan mental.

     7.      Token Ekonomi, digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token ekonomi, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan yang nyata yang nantinya bisa ditukarkan dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.


     C.    HUMANISTIK

            Psikologi humanistik terutama berorientasi pada nilai-nilai manusia. Maslow dan Rogers, misalnya, berpandangan bahwa perkembangan manusia mengarah pada aktualisasi diri. Karena itu, menurut mereka pada dasarnya manusia ini mempunyai kekuatan intrinsik yang pada hakikatnya mengarahkan dia untuk menjadi baik. Konsep utama dalam humanistik memunculkan beberapa istilah yang disebutkan Kekuatan Ketiga yaitu; 'self-awareness movement' (karena kesadaran diri menjadi salah satu kunci dalam psikologi humanistik), 'human potential movement' (karena ditujukan untuk selalu lebih memanfaatkan potensi manusia sepenuhnya), 'personal growth' (karena didasarkan pada keyakinan bahwa manusia dapat berkembang dari batas yang ia yakini sebelumnya, jika ia memperoleh kesempatan yang tepat dan diberi keleluasaan pengembangan diri). Adapun tujuan terapi humanistik menurut Gerald Corey yaitu :
1.      Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik.
2.      Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3.      Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri.

 Jenis-jenis dalam terapi humanistik:
1.            Person-centered Therapy 
Terapi ini dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada tahun 1940 – an sampai dengan 1950 – an, sehingga sering juga disebut Rogerian Counselling atau Rogerian Therapy. Dalam PCT ini, terapis yang berhasil akan menunjukkan empat karakteristik sebagai berikut:
a.       Penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard)
b.      Empati secara akurat (accurate empathy)
c.       Kongruensi dalam hubungan interpersonal (congruence in interpersonal relationship)
d.      Belajar dari klien (learn from the client)

2.            Gestalt Therapy 
Terapi Gestalt dipelopori oleh Frederich (Fritz) Solomon Perls (1893-1970), seorang dokter yang mendalami psikoanalisis. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya gentar untuk berpikir kritis terhadap konsep psikoanalisis. Asumsi dasar terapi ini adalah adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, mampu mengambil keputusan terbaik bagi aktualisasi diri secara mandiri, memiliki potensi, identitas dan keunikan diri, selalu tumbuh dan mampu berubah. Tugas utama terapis adalah membantu klien mengaqlami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang (“here and now”). Adapun beberapa teknik dalam terapi gestalt adalah  Permainan Dialog (Empty Chair Technique), Berkeliling, Melatih Tanggung Jawab, Mengungkapkan Rahasia, Bermain Proyeksi, Teknik Pembalikan, Permainan Ulangan, Melebih-lebihkan, Tetap Dengan Perasaan, dan Mimpi.
3.            Transactional Analysis 
Terapi ini dikembangkan oleh Eric Berne. Sebagai dokter jiwa, Berne mendapatkan tugas untuk memeriksa kesehatan mental ratusan prajurit Amerika. Untuk itu ia memiliki waktu yang terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut, Eric mengembangkan metode yang cepat dan praktis guna mengenali kondisi mental para prajurit. Berdasarkan metode yang diterapkan ini, ternyata ia mampu mengenali karakteristik para prajurit dalam waktu singkat. Berdasarkan metode yang serupa dikembangkan Transactional Analysis Therapy atau terapi Analisis Transaksional. Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru dan menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.

4.            Logotherapy 
Logoterapi ini dikembangkan oleh Frankl, yang mengajarkan klien untuk bertanggung jawab dalam menemukan makna, memberikan berbagai pilihan, dan menganalis mimpi.

5.            Existential Analysis 
Teknik terapi eksistensial dan logotheraphy sulit sekali dipisahkan karena keduanya didasarkan pada aliran filsafat yang sama (Eksistensialisme) dan keduanya menggunakan pendekatan yang sama (humanistik). Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak berarti ini biasanya muncul dalam kondisi merasa tidak berdaya, rasa bersalah, putus asa, dan sebagainya. Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang komprehensif, eksistensialis memandang proses terapi dari sudut pandang suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah. Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai manusia bukan sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.



REFERENSI
Corey, G. (2011). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of personality 7th edition. New York: McGraw-Hill.

Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Heru Basuki, A.M. (2008). Psikologi umum. Jakarta: Gunadama

http://digilib.uinsby.ac.id/10131/5/bab%202.pdf


https://www.google.co.id/urlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjyrtTNi5nTAhWCM48KHX9BDPcQFgg3MAQ&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F21332%2FTERAPI%2BPSIKOANALISIS.doc&usg=AFQjCNFJYpptYROuX2NWH2pMhKln9FU0Ww&sig2=VIHXMjBignr96Rotvhssw&bvm=bv.152174688,d.c2I