Laman

Jumat, 14 Juli 2017

PERAN PSIKOTERAPI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT


Psikoterapi adalah pengobatan secara psikologis untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu “Psyche” yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan “Therapy” yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran2. Psikoterapi adalah proses yang digunakan profesional dibidang kesehatan mental untuk membantu mengenali, mendefinisikan, dan mengatasi kesulitan interpersonal dan psikologis yang dihadapi individu dan meningkatkan penyesuaian diri mereka. Ada tiga ciri utama psikoterapi, yaitu:
1)      Dari segi proses : berupa interaksi antara dua pihak, formal, profesional, legal dan menganut kode etik psikoterapi.
2)     Dari segi tujuan : untuk mengubah kondisi psikologis seseorang, mengatasi masalah psikologis atau meningkatkan potensi psikologis yang sudah ada.
3)     Dari segi tindakan: seorang psikoterapis melakukan tindakan terapi berdasarkan ilmu psikologi modern yang sudah teruji efektivitasnya.

            Psikoterapi terbukti dapat membantu mengobati banyak masalah psikologis. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 75% pasien yang sangat tertolong dengan menjalani psikoterapi. Metode ini juga sangat membantu mereka yang sedang mengalami krisis atau perubahan hidup yang tidak diinginkan. Manfaat dari psikoterapi meliputi:
·         Membantu pasien untuk lebih memahami diri sendiri termasuk nilai dan tujuan hidup mereka
·         Mengajari pasien untuk memiliki keterampilan dalam hidup yang sangat penting agar dapat meningkatkan hubungan pribadi mereka
·         Menolong pasien untuk menemukan solusi yang dapat menangani masalah mereka
·         Menolong pasien untuk mengerti masalah mereka dan memahaminya dari sudut pandang yang berbeda

Selain itu, psikoterapi juga diketahui sangat efektif dalam mengatasi kondisi berikut:
·         Depresi
·         Kegelisahan
·         Gangguan kegelisahan, termasuk fobia (takut akan sesuatu)
·         Alkoholisme
·         Kecanduan
·         Krisis percaya diri
·         Krisis emosional
·         Perselisihan keluarga
·         Masalah pernikahan
·         Gangguan obsesif kompulsif
·         Gangguan kejiwaan setelah suatu kejadian (post-traumatic stress disorder)
·         Kelainan kepribadian
·         Masalah terkait kekerasan terhadap anak
·         Masalah perilaku
·         Kelainan bipolar
·         Skizofrenia

            Dua kondisi terakhir biasanya membutuhkan anti-depresan dan obat-obatan lainnya ditambah dengan sesi psikoterapi yang teratur. Selain itu, ada beberapa perawatan psikoterapi yang tersedia. Jenis yang akan digunakan oleh psikolog akan bergantung pada kebutuhan, penelitian psikologis terbaru dan teori yang dianut oleh psikolog tersebut. Metode psikoterapi yang biasanya digunakan adalah:
a)      Psikoterapi psikodinamik atau psikoanalitik – Kebanyakan didasarkan pada teori Freudian, psikoterapi jenis ini berkisar mengenai pemahaman masalah yang dialami dengan menganalisis kemungkinan adanya hubungan antara masalah tersebut dengan pikiran yang terlupakan dan pengalaman masa kecil.
b)     Terapi perilaku – Dengan terapi perilaku, Anda akan didorong untuk melakukan kegiatan yang memperkuat hubungan sosial dan dibina untuk mengerti bahwa perubahan perilaku akan dapat mengubah perasaan Anda.
c)      Terapi kognitif – Berdasarkan keyakinan bahwa cara berpikir akan sangat memengaruhi perasaan kita, fokus dari terapi ini adalah mengenai pemikiran dan perilaku terkini serta menantang pemikiran yang keliru.
d)     Terapi kemanusiaan – Diarahkan menuju kesadaran diri dan mencapai citra diri yang lebih positif, terapi kemanusiaan meliputi penjelajahan pada pikiran, perasaan dan tindakan untuk menerima diri sendiri.
e)      Psikolog juga sering menggunakan terapi terpadu atau holistik, yaitu menggabungkan unsur dari jenis terapi yang berbeda untuk memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Selain itu, psikoterapi dapat dilakukan dalam kelompok, misalnya terapi pernikahan dan konseling keluarga.
Selain itu, adanya pengkajian dan pengembangan spiritualitas dan agama di bidang medis akhirnya menyadarkan para ahli betapa pentingnya faktor tersebut untuk diperhitungkan dalam praktek maupun penelitian-penelitian kesehatan. Mereka menyebut agama dan spiritualitas sebagai faktor yang terlupakan (the forgotten factor) atau faktor keyakinan (the faith factor). Kemudian, penelitian-penelitian yang berkaitan dengan spiritualitas secara umum, dan secara khusus penelitian tentang pengaruh doa terhadap kesembuhan banyak dilakukan para ahli. Disimpulkan bahwa ketika seseorang terlibat secara mendalam dengan do'a yang diulang-ulang (repetitive prayer), ternyata akan membawa berbagai perubahan fisiologis, antara lain berkurangnya kecepatan detak jantung, menurunnya kecepatan napas, menurunnya tekanan darah, melambatnya gelombang otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan metabolisme yang disebut sebagai respon relaksasi (relaxation response).

Dasar semua pengobatan adalah suasana terapi yang diciptakan oleh dokter bersama pasiennya dan yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah hubungan antara pasien dan psikolog. Selama pasien masih tetap merupakan manusia yang holistik, masih berperasaan, masih bisa merasakan emosi, mempunyai cinta-kasih, ia harus dihadapi pula oleh seorang manusia yang lain, yaitu seorang psikolog atau konselor yang mempunyai emosi juga. Hubungan ini sangat berbeda sekai antara mesin dan ahli tehnik, atau robot dengan komputer. Dalam suasana terapi ini, faktor sugesti dan persuasi, serta keyakinan dan kepercayaan pada sang pengobat sampai sekarang masih merupakan faktor yang penting yang bersifat empatik tanpa perasaan sentimental atau simpati yang berlebihan.
Penderitaan dapat menimbulkan perilaku yang sifatnya dipengaruhi oleh berbagai faktor , yang penting ialah:
a.       Asal genetic orang tersebut;
b.      Persepsi masa kecil tentang penderitaan;
c.       Pengalaman tentang rasa sakit dan nyeri;
d.      Keadaan hidup sekarang;
e.       Keinginan dan harapannya untuk masa depan;
Dengan memerhatikan faktor-faktor di atas, konselor akan lebih menilai hakiki perilaku pasiennya,    sehingga pendekatannya terhadap pasien itu akan lebih membantu suasana terapi.

                Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa psikoterapi baik yang “sekuler” maupun yang berwawasan agama mempunyai peranan penting dalam proses kesembuhan penderita berbagai macam penyakit. Lebih lanjut, psikoterapi membantu seseorang untuk menyelidiki masalahnya melalui percakapan, mencari penyebab utama permasalahan, menentukan apa yang sebenarnya menganggu orang tersebut beserta alasannya, lalu ke tahap penyelesaian masalah. Di sini, pasien dan konselor bekerja secara beriringan untuk mencari pikiran, perilaku dan perasaan lain yang dapat memberikan pandangan yang lebih positif bagi pasien untuk menangani masalah mereka dalam psikoterapi dan kemudian dapat menyelesaikan masalah mereka dalam kehidupan masyarakat.



REFERENSI
Davidson, C., Neale, M., Kring, M. 2006. Pskiologi Abnormal. Edisi kesembilan. Rajawali Pers: Jakarta.
http://edwinmunip.blogspot.co.id/2014/09/psikoterapi-dalam-psikologi-klinis.html
http://psikologi.ugm.ac.id/uploads/resources/File/Database%20Penelitian%20Dosen/integrasi_psikoterapi_medis.pdf
https://www.docdoc.com/id/info/procedure/psikoterapi
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&sqi=2&ved=0ahUKEwivj57hqorVAhVHRY8KHeIsCb0QFghOMAc&url=http%3A%2F%2Fejournal.kopertais4.or.id%2Fmataraman%2Findex.php%2Flentera%2Farticle%2Fdownload%2F1285%2F909%2F&usg=AFQjCNFJJ8MOfIV2Llykb4Y-_asrzNGx-Q
Kaplan, Harold I., Sadock, J., Grebb, A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara: Jakarta.
Maramis, F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 3. Kanisius: Yogyakarta.
Spar, E. & Rue, La. 2006. Clinical Manual of Geriatric Psychiatry. American Psichiatric Publishing Inc.
Sunberg, D., Winenager, A., Taplin, R. 2007. Psikologi Klinis. Edisi keempat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

TEORI TERAPI DESENSITISASI SISTEMATIS

PENDAHULUAN
         Dalam terapi aliran behavioristik, Gerald Corey (2011) menjelaskan bahwa terapi behavioral adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan pengubahan tingkah laku. Pendekatan, teknik, dan prosedur yang dilakukan berakar pada berbagai teori tentang belajar.  Salah satu jenis dalam terapi behavioristik ialah desensitisasi sistematis atau graduated exposure theraphy, yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan pemunculan tingkah laku yang hendak dihapus. Jenis terapi perilaku ini digunakan secara efektif untuk membantu mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Teknik ini dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe, yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari kecemasan dan bahwa respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan respon yang antagonistic. Perangsangan yang menimbulkan kecemasan secara berulang-ulang dipasangkan dengan relaksasi sehingga hubungan antara perangsangan dengan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi. Teknik desensitisasi sistematik bermaksud mengajar klien untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien.
Wolpe (dalam Corey, 2007) mengungkapkan bahwa teknik desensitisasi sistematis merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang didasari oleh teori atau pendekatan behavioral klasikal. Pendekatan behavioral memandang manusia atau kepribadian manusia pada hakikatnya adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman dari interaksi individu dengan lingkungannya. Perhatian behavioral adalah pada perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku mendasarkan diri pada penerapan teknik dan prosedur yang berakar pada teori belajar yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses perubahan perilaku menuju kearah yang lebih adaptif. Untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan berperilaku serta untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih dapat disesuaikan. Salah satu aspek yang paling penting dalam memodifikasi perilaku adalah penekanannya pada tingkah laku yang didefinisikan secara operasional, teramati dan terukur.
Menurut sejarah teknik desensitisasi sistematis, Corey (2005) mengemukakan tentang latar belakang teknik ini melihat bahwa rasa takut dipelajari lewat pengkondisian, demikian juga sebaliknya rasa takut dapat dihilangkan lewat pusat pengkondisiannya. Tahun 1920-an Johannes Schulz, psikolog Jerman, mengembangkan teknik “Autogenic Training” yang mengkombinasikan diagnosis, relaksasi dan autosugesti untuk konseli yang mengalami kecemasan. Tahun 1935 Guthrie mengemukakan beberapa teknik untuk menghapus kebiasaan maladaptif termasuk kecemasan; dengan menghadapkan individu yang mengalami fobia pada stimulus yang tidak dapat menimbulkan kecemasan secara gradual ditingkatkan ke stimulus yang lebih kuat menimbulkan ketakutan.
Desensitisasi sistematis dikembangkan dalam tradisi behavioristik pada awal tahun 1950 oleh Joseph Wolpe. Asumsi dasar teknik ini adalah respon ketakutan merupakan perilaku yang dipelajari dan dapat dicegah dengan menggantikan aktivitas yang berlawanan dengan respon ketakutan tersebut. Respon khusus yang dihambat oleh proses perbaikan (treatment) ini adalah kecemasan-kecemasan atau perasaan takut yang kurang beralasan; dan respon yang sering dijadikan pengganti atas kecemasan tersebut adalah relaksasi atau penenangan. Ketidakpekaan dapat dibentuk dengan menunjukkan setiap individu, hal-hal kecil dan bertahap atas situasi ketakutan, saat orang tersebut menunjukkan aktivitasnya yang berlawanan dengan kekhawatirannya. Prinsip dasar Desensitisasi adalah memasukkan suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu relaksasi.

      A.       Pengertian Desensitisasi
Desensitisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi (Dalimunthe, 2009).
Prosedur treatment ini dilandasi oleh prinsip belajar counterconditioning, yaitu respon yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang berulang-ulang. Teknis desensitisasi ini sangat efektif untuk menghilangkan rasa takut atau fobia.
Prinsip macam terapi ini adalah memasukkan suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu relaksasi. Pertama-tama subyek dilatih untuk relaksasi dalam, salah satu caranya misalnya secara progresif merelaksasi berbagai otot, mulai dari otot kaki, pergelangan kaki, kemudian keseluruhan tubuh, leher dan wajah.
Pada tahap selanjutnya ahli terapi membentuk hirarki situasi yang menimbulkan kecemasan pada subyek dari situasi yang menghasilkan kecemasan paling kecil sampai situasi yang paling menakutkan. Setelah itu subyek diminta relaks sambil mengalami atau membayangkan tiap situasi dalam hirarki yang dimulai dari situasi yang paling kecil menimbulkan kecemasan (Purnama, 2008)
Desensitisasi  adalah salah satu teknik yang paling luas di gunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik di gunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak di hapuskan itu. Dengan pengkondisian klasik, respon- respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap (Marfiati, 2009).

      B.       Prosedur Latihan Desensitisasi
Teknik desensitisasi dipergunakan terutama untuk mengatasi rasa takut terhadap sesuatu, terutama yang mengalami fobia (takut yang berlebihan atau tidak wajar). Teknik ini mengandung unsur-unsur untuk mengajar bagaimana seseorang yang dihinggapi rasa takut terhadap sesuatu, yang sebetulnya tidak perlu ditakuti, untuk dapat lebih berani menghadapi hal yang ditakuti tadi. Teknik ini juga merupakan sesuatu counter conditioning (melawan kondisi) untuk melawan rasa takut terhadap sesuatu

Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi fobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam fobianya.
   Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, dan kecoa, mereka cenderung untuk menghindarinya. Melarikan diri dari obyek fobia dapat mengurangi kecemasan mereka, klien berperilaku untuk mengurangi rasa takut diperkuat melalui penguatan negatif, sebuah konsep yang didefinisikan dalam persyaratan instrumental. Konsep dasar dari metode ini adalah memberikan “latihan” kepada klien untuk dapat menghadapi fobia atau kecemasan yang dimaksud dengan cara bertahap, mulai dari tahapan yang paling ringan sampai dengan riil. Metode ini dimaksudkan untuk menurunkan sensitifitas klien terhadap fobia atau kecemasan, sehingga secara berangsur-angsur akan semakin berkurang sensitifitasnya, dan akhirnya menjadi hilang sama sekali atau tidak lagi sensitif. Sebagai contoh, pada video di bawah ini seorang klien yang memiliki fobia terhadap kecoa, maka klien ini justru dihadapkan kepada kecoa oleh konselornya, tetapi pada jarak tertentu dimana klien tidak begitu sensitif, lalu berangsur-angsur obyek tersebut didekatkan sampai akhirnya benar-benar dekat dan tidak lagi sensitif. Diantara tahapan-tahapan ini biasanya klien dipandu untuk memasuki relaksasi dan dapat merasakan turunnya tingkat sensitifitas.

     C.       Langkah-langkah Rileksasi
   1.  Tarik nafas dalam-dalam dan tahan selama 10 detik kemudian lepaskan. Biarkan lengan       Anda dalam posisi di atas paha atas lepas begitu saja.
  2. Angkat tangan Anda kira-kira separuh sofa (atau pada sandaran kursi) kemudian  bernafaslah secara normal. Letakkan tangan Anda di atas sofa (kursi).
   3.  Sekarang pegang lengan Anda lalu kepalkan dengan kuat. Rasakan ketegangannya dalam  hitungan sampai tiga dan pada hitungan yang ketiga letakkan tangan Anda. Satu…Dua…Tiga. Angkat tangan Anda kembali.
   4.    Angkat tangan Anda kembali, tekuk jemari Anda ke belakang ke arah lain (ke arah tubuh Anda). Sekarang letakkan tangan Anda dan tenanglah.
   5.     Angkat tangan Anda sekarang, letakkan kemudian rileks.
   6.    Angkat tangan Anda sekali lagi, tapi saat ini tepukkan tangan Anda dan rileks.
   7.     Angkat tangan Anda. Rileks!
  8.   Naikan tangan Anda di atas sofa dan tegangkan otot bisep anda sampai bergetar. Bernafaslah normal, lepaskan tangan anda dan rileks (perhatikan perasaan tenang dan rileks yang Anda rasakan).
   9.   Sekarang rentangkan lengan anda dan tegangkan otot bisep anda. Yakinlah bahwa Anda bernafas normal setelah itu rileks.
   10.   Lengkungkan pundak anda ke belakang, tahan dan yakinkan lengan anda rileks.
   11.   Bungkukkan pundak anda ke depan, tahan dan yakinkan lengan anda rileks.
  12.  Putar kepala Anda ke kanan, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali ke posisi pertama.
    13. Putar kepala Anda ke kiri, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali ke posisi pertama.
   14.  Bengkokkan kepala sedikit ke belakang, tahan lalu kembali ke posisi semula.*
  15. Tunduk kepala ke bawah sampai hampir menyentuh dagu menyentuh dada, tahan kemudian rileks dan kembali ke posisi semula.*
   16.  Buka mulut anda lebar-lebar kemudian rileks.
   17.  Tegangkan bibirmu dengan cara menutup mulut anda kemudian rileks.
  18.  Letakkan lidah anda pada langit-langit mulut, tekan dengan keras biarkan lidah anda kembali ke posisi semula dan rasakan perasaan tenang.
   19.  Letakkan lidah anda di bagian dasar mulut, tekan ke bawah biarkan lidah anda kembali ke posisi semula dan rasakan perasaan tenang.
    20.   Duduklah di sebelah sana kemudian rileks dan jangan memikirkan apapun.
   21.   Untuk mengontrol luapan emosi, Anda dapat bernyanyi dengan nada tinggi, tidak terlalu keras! baiklah sekarang mulai bernyanyi, tahan pada nada tinggi tersebut kemudian rileks.
   22. Menyanyilah dengan nada sedang dan buatlah pita suara anda tegang kembali lalu biarkan rileks.
   23. Menyanyilah dengan nada rendah dan buatlah pita suara anda tegang kembali kemudian rileks.
   24. Sekarang pejamkan mata anda erat-erat lalu bernafaslah normal kemudian rileks. (perhatikan bagaimana perasaan sakit anda hilang ketika Anda rileks).
   25.   Biarkan mata anda rileks dan biarkan mulut anda sedikit terbuka.
   26.   Buka mata anda lebar-lebar, tahan kemudian rileks.
   27.   Kerutkan dahi anda sebisa mungkin, tahan kemudian rileks.
   28. Tarik nafas dalam-dalam, tahan, hembuskan keluar kemudian rileks (perhatikan perasaan lapang saat kamu menghembuskan nafasmu).
  29. Bayangkan bahwa ada sebuah beban berat menarik seluruh otot anda sehingga membuatnya lembek setelah itu rileks.
   30.  Tarik otot-otot perut bersamaan lalu rileks.
   31. Tegangkan otot-otot anda seolah-olah Anda pegulat profesional. Buatlah otot perut anda mengeras kemudian rileks.
   32.  Keraskan otot pantat anda, tahan kemudian rileks.
  33.  Sekarang kita beralih ke bagian atas dari tubuh anda yang tegang kemudian rileks. Pertama otot-otot muka ( Jeda…3-5 detik ). Otot-otot tenggorokan. ( Jeda …. 3-5 detik) daerah leher. (Jeda ….3-5 detik) bagian pundak. (Jeda..) Lengan dan jari.
   34. Pertahankan keadaan rileks ini, angkat kedua kaki anda (kira-kira membentuk sudut 45) kemudian rileks.
    35.  Tekuk kaki bagian belakang sehingga ujung jari kaki mengarah ke muka anda. Rileks!
   36. Tekuk kaki anda ke arah lain dari tubuh anda tidak terlalu jauh rasakan ketegangannya, kemudian rileks.
   37. Rileks! (Jeda). Sekarang lengkungkan jari kakimu bersamaan sekuat mungkin, kemudian rileks. (Tenanglah sekitar 30 detik).
   38. Prosedur relaksasi formal ini telah lengkap. Sekarang perhatikan tubuh anda dari ujung kaki sampai kepala bahwa setiap otot dalam keadaan rileks. (Sebutlah satu persatu!). Pertama jari-jari kaki,… kaki,… Pantat,…. Perut,… Pundak,… Leher,… Mata,… dan terakhir dahi. Semua harus dalam kadaan rileks. (tenang selama 10 detik). Berbaringlah di tempat lain dan rasakan perasaan tenang, perhatikan kehangatan dari relaksasi tersebut. Pertahankan keadaan tersebut satu menit lagi, kemudian hitung sampai lima. Ketika sampai lima, bukalah mata dan rasakan perasaan segar dan tenang. (tenang sekitar satu menit). Ulangi prosedur ini beberapa kali sampai akhirnya Anda benar-benar merasakan perasaan yang sangat tenang.

     D.       Langkah-Langkah Pelaksanaan Desensitisasi
   1.  Menjelaskan apa dan mengapa teknik desensitisasi diberikan pada klien, dengan maksud agar klien yakin teknik ini dapat membantu menghilangkan ketakutannya.
   2.     Melakukan latihan penenangan agar klien benar-benar dalam kondisi rileks.
  3.    Konselor menganalisis kejadian-kejadian yang bersangkut paut dengan keadaan yang menjadikan klien terlalu sensitif terhadap sesuatu, kemudian konselor melakukan hal-hal sebagai berikut:
       a. Konselor membantu menulis beberapa macam kalimat berkenaan dengan rasa takut            klien pada sesuatu dalam dalam bentuk daftar.
       b.  Menyusun dan melengkapi daftar tersebut bersama klien.
        c.  Membantu klien mengurut jenjangkan daftar tersebut dari yang paling kurang ditakuti            sampai kepada yang sangat ditakuti.
   4.     Menyelenggarakan desensitisasi dengan cara sebagai berikut:
         a.         Klien disuruh duduk dengan rileks.
         b.         Klien diminta memejamkan mata.
         c.         Klien mengikuti instruksi-instruksi konselor.
  5.  Melakukan evaluasi, untuk mengetahui apakah klien benar-benar sudah dapat mengikuti latihan untuk urut jenjang berikutnya.
  6. Tindak lanjut, dapat dilakukan dengan mengulangi kembali urut jenjang sama bila klien masih takut atau dapat melanjutkan ke urut jenjang berikutnya.


REFERENSI
Corey, G. (2011). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of personality 7th edition. New York: McGraw-Hill.
Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Heru Basuki, A.M. (2008). Psikologi umum. Jakarta: Gunadama
http://counselingcare.blogspot.co.id/2012/07/d-e-s-e-n-s-i-t-i-s-s-i.html. 
http://digilib.uinsby.ac.id/10131/5/bab%202.pdf
http://psikologi45.blogspot.co.id/2011/03/metode-metode-terapi-behavior.html
http://triananurhidayati.blogspot.co.id/2013/11/desensitisasi-sistematis.html
https://www.google.co.id/urlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjyrtTNi5nTAhWCM48KHX9BDPcQFgg3MAQ&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F21332%2FTERAPI%2BPSIKOANALISIS.doc&usg=AFQjCNFJYpptYROuX2NWH2pMhKln9FU0Ww&sig2=VIHXMjBignr96Rotvhssw&bvm=bv.152174688,d.c2I

https://www.hipnotis.net/metode-systematic-desensitization-dalam-hipnoterapi/