1)
Dari segi proses : berupa interaksi antara
dua pihak, formal, profesional, legal dan menganut kode etik psikoterapi.
2)
Dari segi tujuan : untuk mengubah kondisi
psikologis seseorang, mengatasi masalah psikologis atau meningkatkan potensi
psikologis yang sudah ada.
3)
Dari segi tindakan: seorang psikoterapis
melakukan tindakan terapi berdasarkan ilmu psikologi modern yang sudah teruji
efektivitasnya.
Psikoterapi
terbukti dapat membantu mengobati banyak masalah psikologis. Statistik
menunjukkan bahwa lebih dari 75% pasien yang sangat tertolong dengan menjalani
psikoterapi. Metode ini juga sangat membantu mereka yang sedang mengalami
krisis atau perubahan hidup yang tidak diinginkan. Manfaat dari psikoterapi
meliputi:
·
Membantu pasien untuk lebih memahami diri
sendiri termasuk nilai dan tujuan hidup mereka
·
Mengajari pasien untuk memiliki keterampilan
dalam hidup yang sangat penting agar dapat meningkatkan hubungan pribadi mereka
·
Menolong pasien untuk menemukan solusi yang
dapat menangani masalah mereka
·
Menolong pasien untuk mengerti masalah mereka
dan memahaminya dari sudut pandang yang berbeda
Selain itu, psikoterapi juga diketahui sangat efektif dalam mengatasi kondisi berikut:
·
Depresi
·
Kegelisahan
·
Gangguan kegelisahan, termasuk fobia (takut
akan sesuatu)
·
Alkoholisme
·
Kecanduan
·
Krisis percaya diri
·
Krisis emosional
·
Perselisihan keluarga
·
Masalah pernikahan
·
Gangguan
obsesif kompulsif
·
Gangguan kejiwaan setelah suatu kejadian (post-traumatic stress disorder)
·
Kelainan kepribadian
·
Masalah terkait kekerasan terhadap anak
·
Masalah perilaku
·
Kelainan
bipolar
·
Skizofrenia
Dua kondisi terakhir biasanya membutuhkan anti-depresan dan obat-obatan lainnya ditambah dengan sesi psikoterapi yang teratur. Selain itu, ada beberapa perawatan psikoterapi yang tersedia. Jenis yang akan digunakan oleh psikolog akan bergantung pada kebutuhan, penelitian psikologis terbaru dan teori yang dianut oleh psikolog tersebut. Metode psikoterapi yang biasanya digunakan adalah:
a)
Psikoterapi psikodinamik atau psikoanalitik –
Kebanyakan didasarkan pada teori Freudian, psikoterapi jenis ini berkisar
mengenai pemahaman masalah yang dialami dengan menganalisis kemungkinan adanya
hubungan antara masalah tersebut dengan pikiran yang terlupakan dan pengalaman
masa kecil.
b) Terapi perilaku – Dengan terapi perilaku, Anda akan didorong
untuk melakukan kegiatan yang memperkuat hubungan sosial dan dibina untuk
mengerti bahwa perubahan perilaku akan dapat mengubah perasaan Anda.
c) Terapi kognitif – Berdasarkan keyakinan bahwa cara berpikir akan
sangat memengaruhi perasaan kita, fokus dari terapi ini adalah mengenai
pemikiran dan perilaku terkini serta menantang pemikiran yang keliru.
d) Terapi kemanusiaan – Diarahkan menuju kesadaran diri dan
mencapai citra diri yang lebih positif, terapi kemanusiaan meliputi
penjelajahan pada pikiran, perasaan dan tindakan untuk menerima diri sendiri.
e) Psikolog juga sering
menggunakan terapi terpadu atau holistik, yaitu menggabungkan unsur dari jenis
terapi yang berbeda untuk memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan Anda.
Selain itu, psikoterapi dapat dilakukan dalam kelompok, misalnya terapi
pernikahan dan konseling keluarga.
Selain itu,
adanya pengkajian dan pengembangan spiritualitas dan agama di bidang medis akhirnya
menyadarkan para ahli betapa pentingnya faktor tersebut untuk diperhitungkan
dalam praktek maupun penelitian-penelitian kesehatan. Mereka menyebut agama dan
spiritualitas sebagai faktor yang terlupakan (the forgotten factor) atau faktor keyakinan (the faith factor). Kemudian, penelitian-penelitian yang berkaitan
dengan spiritualitas secara umum, dan secara khusus penelitian tentang pengaruh
doa terhadap kesembuhan banyak dilakukan para ahli. Disimpulkan bahwa ketika
seseorang terlibat secara mendalam dengan do'a yang diulang-ulang (repetitive
prayer), ternyata akan membawa berbagai perubahan fisiologis, antara lain
berkurangnya kecepatan detak jantung, menurunnya kecepatan napas, menurunnya
tekanan darah, melambatnya gelombang otak dan pengurangan menyeluruh kecepatan
metabolisme yang disebut sebagai respon relaksasi (relaxation response).
Dasar
semua pengobatan adalah suasana terapi yang diciptakan oleh dokter bersama
pasiennya dan yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah hubungan
antara pasien dan psikolog. Selama pasien masih tetap merupakan manusia yang
holistik, masih berperasaan, masih bisa merasakan emosi, mempunyai cinta-kasih,
ia harus dihadapi pula oleh seorang manusia yang lain, yaitu seorang psikolog
atau konselor yang mempunyai emosi juga. Hubungan ini sangat berbeda sekai
antara mesin dan ahli tehnik, atau robot dengan komputer. Dalam suasana terapi
ini, faktor sugesti dan persuasi, serta keyakinan dan kepercayaan pada sang
pengobat sampai sekarang masih merupakan faktor yang penting yang bersifat
empatik tanpa perasaan sentimental atau simpati yang berlebihan.
Penderitaan
dapat menimbulkan perilaku yang sifatnya dipengaruhi oleh berbagai faktor ,
yang penting ialah:
a. Asal
genetic orang tersebut;
b. Persepsi
masa kecil tentang penderitaan;
c. Pengalaman
tentang rasa sakit dan nyeri;
d. Keadaan
hidup sekarang;
e. Keinginan
dan harapannya untuk masa depan;
Dengan
memerhatikan faktor-faktor di atas, konselor akan lebih menilai hakiki perilaku
pasiennya, sehingga pendekatannya terhadap pasien itu akan
lebih membantu suasana terapi.
Dari pernyataan di
atas, dapat disimpulkan bahwa psikoterapi
baik yang “sekuler” maupun yang berwawasan agama mempunyai peranan penting
dalam proses kesembuhan penderita berbagai macam penyakit. Lebih lanjut,
psikoterapi membantu seseorang untuk menyelidiki masalahnya melalui percakapan, mencari penyebab utama permasalahan, menentukan apa yang sebenarnya menganggu orang tersebut beserta
alasannya, lalu ke tahap penyelesaian masalah. Di sini, pasien dan konselor
bekerja secara beriringan untuk mencari pikiran, perilaku dan perasaan lain
yang dapat memberikan pandangan yang lebih positif bagi pasien untuk menangani
masalah mereka dalam psikoterapi dan kemudian dapat menyelesaikan masalah
mereka dalam kehidupan masyarakat.
REFERENSI
Davidson, C., Neale, M., Kring, M. 2006. Pskiologi Abnormal.
Edisi kesembilan. Rajawali Pers: Jakarta.
http://edwinmunip.blogspot.co.id/2014/09/psikoterapi-dalam-psikologi-klinis.html
http://psikologi.ugm.ac.id/uploads/resources/File/Database%20Penelitian%20Dosen/integrasi_psikoterapi_medis.pdf
https://www.docdoc.com/id/info/procedure/psikoterapi
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&sqi=2&ved=0ahUKEwivj57hqorVAhVHRY8KHeIsCb0QFghOMAc&url=http%3A%2F%2Fejournal.kopertais4.or.id%2Fmataraman%2Findex.php%2Flentera%2Farticle%2Fdownload%2F1285%2F909%2F&usg=AFQjCNFJJ8MOfIV2Llykb4Y-_asrzNGx-Q
Kaplan,
Harold I., Sadock, J., Grebb, A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Binarupa
Aksara: Jakarta.
Maramis,
F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:
Surabaya.
Semiun,
Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 3. Kanisius: Yogyakarta.
Spar,
E. & Rue, La. 2006. Clinical Manual of Geriatric Psychiatry. American
Psichiatric Publishing Inc.
Sunberg,
D., Winenager, A., Taplin, R. 2007. Psikologi Klinis. Edisi
keempat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta