PENDAHULUAN
Dalam terapi
aliran behavioristik, Gerald Corey
(2011) menjelaskan bahwa terapi behavioral adalah pendekatan-pendekatan
terhadap konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan pengubahan tingkah
laku. Pendekatan, teknik, dan prosedur yang dilakukan berakar pada
berbagai teori tentang belajar. Salah satu
jenis dalam terapi behavioristik ialah desensitisasi sistematis atau graduated
exposure theraphy, yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan pemunculan tingkah laku yang hendak
dihapus. Jenis terapi perilaku ini digunakan secara efektif untuk
membantu mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Teknik ini
dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe, yang
mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari
kecemasan dan bahwa respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan
menemukan respon yang antagonistic. Perangsangan yang menimbulkan
kecemasan secara berulang-ulang dipasangkan dengan relaksasi sehingga hubungan
antara perangsangan dengan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi. Teknik
desensitisasi sistematik bermaksud mengajar klien untuk memberikan respon yang
tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien.
Wolpe (dalam Corey,
2007) mengungkapkan bahwa teknik desensitisasi sistematis
merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang didasari oleh teori atau
pendekatan behavioral klasikal. Pendekatan behavioral memandang manusia atau
kepribadian manusia pada hakikatnya adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan
hasil pengalaman dari interaksi individu dengan lingkungannya. Perhatian
behavioral adalah pada perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku
mendasarkan diri pada penerapan teknik dan prosedur yang berakar pada teori
belajar yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses perubahan perilaku
menuju kearah yang lebih adaptif. Untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar
dan berperilaku serta untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih
dapat disesuaikan. Salah satu aspek yang paling penting dalam memodifikasi
perilaku adalah penekanannya pada tingkah laku yang didefinisikan secara
operasional, teramati dan terukur.
Menurut sejarah
teknik desensitisasi sistematis,
Corey (2005) mengemukakan tentang latar belakang teknik ini melihat bahwa rasa
takut dipelajari lewat pengkondisian, demikian juga sebaliknya rasa takut dapat
dihilangkan lewat pusat pengkondisiannya. Tahun 1920-an Johannes Schulz,
psikolog Jerman, mengembangkan teknik “Autogenic Training” yang
mengkombinasikan diagnosis, relaksasi dan autosugesti untuk konseli yang
mengalami kecemasan. Tahun 1935 Guthrie mengemukakan beberapa teknik untuk
menghapus kebiasaan maladaptif termasuk kecemasan; dengan menghadapkan
individu yang mengalami fobia pada stimulus yang tidak dapat menimbulkan
kecemasan secara gradual ditingkatkan ke stimulus yang lebih kuat menimbulkan ketakutan.
Desensitisasi sistematis dikembangkan dalam tradisi
behavioristik pada awal tahun 1950 oleh Joseph Wolpe. Asumsi dasar teknik ini
adalah respon ketakutan merupakan perilaku yang dipelajari dan dapat dicegah
dengan menggantikan aktivitas yang berlawanan dengan respon ketakutan tersebut.
Respon khusus yang dihambat oleh proses perbaikan (treatment) ini
adalah kecemasan-kecemasan atau perasaan takut yang kurang beralasan; dan
respon yang sering dijadikan pengganti atas kecemasan tersebut adalah relaksasi
atau penenangan. Ketidakpekaan dapat dibentuk dengan menunjukkan setiap
individu, hal-hal kecil dan bertahap atas situasi ketakutan, saat orang
tersebut menunjukkan aktivitasnya yang berlawanan dengan kekhawatirannya.
Prinsip dasar Desensitisasi adalah
memasukkan suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu relaksasi.
A. Pengertian Desensitisasi
Desensitisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi
rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang
membuatnya takut atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan
terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi (Dalimunthe, 2009).
Prosedur treatment ini dilandasi oleh prinsip
belajar counterconditioning, yaitu respon yang tidak diinginkan digantikan
dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang berulang-ulang.
Teknis desensitisasi ini sangat efektif untuk menghilangkan rasa takut atau
fobia.
Prinsip macam terapi ini adalah memasukkan
suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu relaksasi. Pertama-tama
subyek dilatih untuk relaksasi dalam, salah satu caranya misalnya secara
progresif merelaksasi berbagai otot, mulai dari otot kaki, pergelangan kaki,
kemudian keseluruhan tubuh, leher dan wajah.
Pada tahap selanjutnya ahli terapi membentuk
hirarki situasi yang menimbulkan kecemasan pada subyek dari situasi yang
menghasilkan kecemasan paling kecil sampai situasi yang paling menakutkan.
Setelah itu subyek diminta relaks sambil mengalami atau membayangkan tiap
situasi dalam hirarki yang dimulai dari situasi yang paling kecil menimbulkan
kecemasan (Purnama, 2008)
Desensitisasi adalah salah satu teknik
yang paling luas di gunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik
di gunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia
menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang hendak di hapuskan itu. Dengan pengkondisian klasik, respon- respon
yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap (Marfiati, 2009).
B. Prosedur Latihan Desensitisasi
Teknik desensitisasi
dipergunakan terutama untuk mengatasi rasa takut terhadap sesuatu, terutama
yang mengalami fobia (takut yang berlebihan atau tidak wajar). Teknik ini
mengandung unsur-unsur untuk mengajar bagaimana seseorang yang dihinggapi rasa
takut terhadap sesuatu, yang sebetulnya tidak perlu ditakuti, untuk dapat lebih
berani menghadapi hal yang ditakuti tadi. Teknik ini juga merupakan sesuatu counter
conditioning (melawan kondisi) untuk melawan rasa takut terhadap
sesuatu.
Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk
mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan
menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan.
Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk
menghadapi dan mengatasi fobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut
dalam fobianya.
Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, dan kecoa, mereka cenderung untuk menghindarinya. Melarikan diri dari obyek fobia dapat mengurangi kecemasan mereka, klien berperilaku untuk mengurangi rasa takut diperkuat melalui penguatan negatif, sebuah konsep yang didefinisikan dalam persyaratan instrumental. Konsep dasar dari metode ini adalah memberikan “latihan” kepada klien untuk dapat menghadapi fobia atau kecemasan yang dimaksud dengan cara bertahap, mulai dari tahapan yang paling ringan sampai dengan riil. Metode ini dimaksudkan untuk menurunkan sensitifitas klien terhadap fobia atau kecemasan, sehingga secara berangsur-angsur akan semakin berkurang sensitifitasnya, dan akhirnya menjadi hilang sama sekali atau tidak lagi sensitif. Sebagai contoh, pada video di bawah ini seorang klien yang memiliki fobia terhadap kecoa, maka klien ini justru dihadapkan kepada kecoa oleh konselornya, tetapi pada jarak tertentu dimana klien tidak begitu sensitif, lalu berangsur-angsur obyek tersebut didekatkan sampai akhirnya benar-benar dekat dan tidak lagi sensitif. Diantara tahapan-tahapan ini biasanya klien dipandu untuk memasuki relaksasi dan dapat merasakan turunnya tingkat sensitifitas.
Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, dan kecoa, mereka cenderung untuk menghindarinya. Melarikan diri dari obyek fobia dapat mengurangi kecemasan mereka, klien berperilaku untuk mengurangi rasa takut diperkuat melalui penguatan negatif, sebuah konsep yang didefinisikan dalam persyaratan instrumental. Konsep dasar dari metode ini adalah memberikan “latihan” kepada klien untuk dapat menghadapi fobia atau kecemasan yang dimaksud dengan cara bertahap, mulai dari tahapan yang paling ringan sampai dengan riil. Metode ini dimaksudkan untuk menurunkan sensitifitas klien terhadap fobia atau kecemasan, sehingga secara berangsur-angsur akan semakin berkurang sensitifitasnya, dan akhirnya menjadi hilang sama sekali atau tidak lagi sensitif. Sebagai contoh, pada video di bawah ini seorang klien yang memiliki fobia terhadap kecoa, maka klien ini justru dihadapkan kepada kecoa oleh konselornya, tetapi pada jarak tertentu dimana klien tidak begitu sensitif, lalu berangsur-angsur obyek tersebut didekatkan sampai akhirnya benar-benar dekat dan tidak lagi sensitif. Diantara tahapan-tahapan ini biasanya klien dipandu untuk memasuki relaksasi dan dapat merasakan turunnya tingkat sensitifitas.
C. Langkah-langkah Rileksasi
1. Tarik nafas dalam-dalam
dan tahan selama 10 detik kemudian lepaskan. Biarkan lengan Anda dalam posisi
di atas paha atas lepas begitu saja.
2. Angkat tangan Anda
kira-kira separuh sofa (atau pada sandaran kursi) kemudian bernafaslah secara
normal. Letakkan tangan Anda di atas sofa (kursi).
3. Sekarang pegang lengan
Anda lalu kepalkan dengan kuat. Rasakan ketegangannya dalam hitungan sampai
tiga dan pada hitungan yang ketiga letakkan tangan Anda. Satu…Dua…Tiga. Angkat
tangan Anda kembali.
4. Angkat tangan Anda
kembali, tekuk jemari Anda ke belakang ke arah lain (ke arah tubuh Anda).
Sekarang letakkan tangan Anda dan tenanglah.
5. Angkat tangan Anda
sekarang, letakkan kemudian rileks.
6. Angkat tangan Anda sekali
lagi, tapi saat ini tepukkan tangan Anda dan rileks.
7. Angkat tangan Anda.
Rileks!
8. Naikan tangan Anda di
atas sofa dan tegangkan otot bisep anda sampai bergetar. Bernafaslah normal,
lepaskan tangan anda dan rileks (perhatikan perasaan tenang dan rileks yang
Anda rasakan).
9. Sekarang rentangkan
lengan anda dan tegangkan otot bisep anda. Yakinlah bahwa Anda bernafas normal
setelah itu rileks.
10. Lengkungkan pundak anda
ke belakang, tahan dan yakinkan lengan anda rileks.
11. Bungkukkan pundak anda ke
depan, tahan dan yakinkan lengan anda rileks.
12. Putar kepala Anda ke
kanan, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali ke posisi pertama.
13. Putar kepala Anda ke
kiri, tegangkan leher anda lalu rileks dan kembali ke posisi pertama.
14. Bengkokkan kepala sedikit
ke belakang, tahan lalu kembali ke posisi semula.*
15. Tunduk kepala ke bawah
sampai hampir menyentuh dagu menyentuh dada, tahan kemudian rileks dan kembali
ke posisi semula.*
16. Buka mulut anda
lebar-lebar kemudian rileks.
17. Tegangkan bibirmu dengan
cara menutup mulut anda kemudian rileks.
18. Letakkan lidah anda pada
langit-langit mulut, tekan dengan keras biarkan lidah anda kembali ke posisi
semula dan rasakan perasaan tenang.
19. Letakkan
lidah anda di bagian dasar mulut, tekan ke bawah biarkan lidah anda kembali ke
posisi semula dan rasakan perasaan tenang.
20. Duduklah di sebelah sana
kemudian rileks dan jangan memikirkan apapun.
21. Untuk mengontrol luapan
emosi, Anda dapat bernyanyi dengan nada tinggi, tidak terlalu keras! baiklah
sekarang mulai bernyanyi, tahan pada nada tinggi tersebut kemudian rileks.
22. Menyanyilah dengan nada
sedang dan buatlah pita suara anda tegang kembali lalu biarkan rileks.
23. Menyanyilah dengan nada
rendah dan buatlah pita suara anda tegang kembali kemudian rileks.
24. Sekarang pejamkan mata
anda erat-erat lalu bernafaslah normal kemudian rileks. (perhatikan bagaimana
perasaan sakit anda hilang ketika Anda rileks).
25. Biarkan mata anda rileks
dan biarkan mulut anda sedikit terbuka.
26. Buka mata anda
lebar-lebar, tahan kemudian rileks.
27. Kerutkan dahi anda sebisa
mungkin, tahan kemudian rileks.
28. Tarik nafas
dalam-dalam, tahan, hembuskan keluar kemudian rileks (perhatikan perasaan
lapang saat kamu menghembuskan nafasmu).
29. Bayangkan bahwa ada
sebuah beban berat menarik seluruh otot anda sehingga membuatnya lembek setelah
itu rileks.
30. Tarik otot-otot perut
bersamaan lalu rileks.
31. Tegangkan otot-otot anda
seolah-olah Anda pegulat profesional. Buatlah otot perut anda mengeras kemudian
rileks.
32. Keraskan otot pantat
anda, tahan kemudian rileks.
33. Sekarang kita beralih ke
bagian atas dari tubuh anda yang tegang kemudian rileks. Pertama otot-otot muka
( Jeda…3-5 detik ). Otot-otot tenggorokan. ( Jeda …. 3-5 detik) daerah leher.
(Jeda ….3-5 detik) bagian pundak. (Jeda..) Lengan dan jari.
34. Pertahankan keadaan
rileks ini, angkat kedua kaki anda (kira-kira membentuk sudut 45) kemudian
rileks.
35. Tekuk kaki bagian
belakang sehingga ujung jari kaki mengarah ke muka anda. Rileks!
36. Tekuk kaki anda ke arah
lain dari tubuh anda tidak terlalu jauh rasakan ketegangannya, kemudian rileks.
37. Rileks! (Jeda). Sekarang
lengkungkan jari kakimu bersamaan sekuat mungkin, kemudian rileks. (Tenanglah
sekitar 30 detik).
38. Prosedur relaksasi formal
ini telah lengkap. Sekarang perhatikan tubuh anda dari ujung kaki sampai kepala
bahwa setiap otot dalam keadaan rileks. (Sebutlah satu persatu!). Pertama
jari-jari kaki,… kaki,… Pantat,…. Perut,… Pundak,… Leher,… Mata,… dan terakhir
dahi. Semua harus dalam kadaan rileks. (tenang selama 10 detik). Berbaringlah
di tempat lain dan rasakan perasaan tenang, perhatikan kehangatan dari
relaksasi tersebut. Pertahankan keadaan tersebut satu menit lagi, kemudian
hitung sampai lima. Ketika sampai lima, bukalah mata dan rasakan perasaan
segar dan tenang. (tenang sekitar satu menit). Ulangi prosedur ini beberapa
kali sampai akhirnya Anda benar-benar merasakan perasaan yang sangat tenang.
D. Langkah-Langkah Pelaksanaan Desensitisasi
1. Menjelaskan apa dan mengapa teknik
desensitisasi diberikan pada klien, dengan maksud agar klien yakin teknik ini
dapat membantu menghilangkan ketakutannya.
2. Melakukan latihan penenangan agar klien
benar-benar dalam kondisi rileks.
3. Konselor menganalisis kejadian-kejadian
yang bersangkut paut dengan keadaan yang menjadikan klien terlalu sensitif
terhadap sesuatu, kemudian konselor melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Konselor membantu menulis beberapa macam kalimat
berkenaan dengan rasa takut klien pada sesuatu dalam dalam bentuk daftar.
b. Menyusun dan melengkapi daftar tersebut
bersama klien.
c. Membantu klien mengurut jenjangkan daftar
tersebut dari yang paling kurang ditakuti sampai kepada yang sangat ditakuti.
4. Menyelenggarakan desensitisasi dengan cara
sebagai berikut:
a. Klien disuruh duduk
dengan rileks.
b. Klien diminta memejamkan
mata.
c. Klien mengikuti
instruksi-instruksi konselor.
5. Melakukan evaluasi, untuk mengetahui apakah
klien benar-benar sudah dapat mengikuti latihan untuk urut jenjang berikutnya.
6. Tindak lanjut, dapat dilakukan dengan
mengulangi kembali urut jenjang sama bila klien masih takut atau dapat
melanjutkan ke urut jenjang berikutnya.
REFERENSI
Corey, G. (2011). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of personality 7th edition. New York: McGraw-Hill.
Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Heru Basuki, A.M. (2008). Psikologi umum. Jakarta: Gunadama
http://counselingcare.blogspot.co.id/2012/07/d-e-s-e-n-s-i-t-i-s-s-i.html.
http://digilib.uinsby.ac.id/10131/5/bab%202.pdf
http://psikologi45.blogspot.co.id/2011/03/metode-metode-terapi-behavior.html
http://triananurhidayati.blogspot.co.id/2013/11/desensitisasi-sistematis.html
https://www.google.co.id/urlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjyrtTNi5nTAhWCM48KHX9BDPcQFgg3MAQ&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F21332%2FTERAPI%2BPSIKOANALISIS.doc&usg=AFQjCNFJYpptYROuX2NWH2pMhKln9FU0Ww&sig2=VIHXMjBignr96Rotvhssw&bvm=bv.152174688,d.c2I
https://www.hipnotis.net/metode-systematic-desensitization-dalam-hipnoterapi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar